Pengertian Budaya Organisasi dan Perusahaan, Hubungan Budaya dan Etika, Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis Etis
Karakteristik Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Pengertian Budaya Organisasi Menurut Para Ahli
1) Sarpin (1995): Suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi.
2) Schein: Budaya organisasi adalah suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu, dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi dan menanggulangi masalah-masalah yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan berkanaan dengan masalah-masalah tersebut.
Fungsi Budaya Organisasi
bidaya organisasi memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai penentu batas-batas perilaku dalam arti menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, apa yang dipandang baik atau tidak baik, menentukan yang benar dan yang salah.
2. Menumbuhkan jati diri suatu organisasi dan para anggotanya.
3. menumbuhkan komitmen pada kepentingan bersama di atas kepentingan individual atau kelompok sendiri.
4. Sebagai tali pengikatbagi seluruh anggota organisasi.
5. Sebagai alat pengendali perilaku para anggota organisasi yang bersangkutan.
Sedangkan Snhneider dalam (Pearse dan Bear, 1998) mengklasifikasikan budaya organisasi ke dalam empat tipe dasar, yaitu:
1) Control Culture
Budaya impersonal nyata yang memberikan perhatian pada kekonkretan pembuatan keputusan yang melekat secara analitis, orientasi masalah dan preskriptif.
2) Collaborative Culture
Berdasarkan pada kenyataan individu terhadap pengambilan keputusan yang dilakukan secara people-driven, organic dan informal. Interaksi dan keterlibatan menjadi elemen pokok.
3) Competence Culture
Budaya personal yang dilandaskan pada kompetensi diri, yang memberikan perhatian pada potensi, alternatif, pilihan-pilihan kreatif dan konsep-konsep teoretis. Orang orang yang termasuk dalam tipe budaya ini memiliki standar untuk meraih sukses yang lebih tinggi.
4) Cultivation Culture
Budaya yang berlandaskan pada kemungkinan seorang individu mampu memperoleh inspirasi.
Hubungan Etika Dan Budaya
Hubungan antara Etika dengan Kebudayaan: Meta-ethical cultural relativismmerupakan cara pandang secara filosofis yang yang menyatkan bahwa tidak ada kebenaran moral yang absolut, kebenaran harus selalu disesuaikan dengan budaya dimana kita menjalankan kehidupan soSial kita karena setiap komunitas sosial mempunyai cara pandang yang berbeda-beda terhadap kebenaran etika.
Etika erat kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral yang berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan kehidupan social apa yang kita jalani.
Baik atau buruknya suatu perbuatan itu tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral sebaiknya disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal dikatakan baik apabila sesuai dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial tersebut. Sebagai contoh orang Eskimo beranaggapan bahwa tindakan infantisid (membunuh anak) adalah tindakan yang biasa, sedangkan menurut budaya Amerika dan negara lainnya tindakan ini merupakan suatu tindakan amoral.
Suatu premis yang disebut dengan “Dependency Thesis” mengatakan “All moral principles derive their validity from cultural acceptance”. Penyesuaian terhadap kebudayaan ini sebenarnya tidak sepenuhnya harus dipertahankan dan dibutuhkan suatu pengembangan premis yang lebih kokoh.
Kendala Mewujudkan Kinerja Bisnis
Pencapaian tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala. Keraf (1993 : 81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1) Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.
2) Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
3) Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
4) Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5) Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum secara khusus menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
Kendala mewujudkan kinerja bisnis etis
1) Mentalitas para pelaku bisnis, terutama top management yang secara moral rendah, sehingga berdampak pada seluruh kinerja bisnis. Perilaku perusahaan yang etis biasanya banyak bergantung pada kinerja top management, karena kepatuhan pada aturan itu berjenjang dari mulai atas ke tingkat bawah.
2) Faktor budaya masyarakat yang cenderung memandang pekerjaan bisnis sebagai profesi yang penuh dengan tipu muslihat dan keserakahan serta bekerja mencari untung. Bisnis merupakan pekerjaan yang kotor. Pandangan tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat kita memiliki persepsi yang keliru tentang profesi bisnis.
3) Faktor sistem politik dan sistem kekuasaan yang diterapkan oleh penguasan sehingga menciptakan sistem ekonomi yang jauh dari nilai-nilai moral. Hal ini dapat terlihat dalam bentuk KKN.
Referensi:https://shifanurulsafitri.wordpress.com/2017/03/31/pengertian-budaya-organisasi-dan-perusahaan-hubungan-budaya-dan-etika-kendala-dalam-mewujudkan-kinerja-bisnis-etis/
https://nindaalfionita10.wordpress.com/2017/01/07/pengertian-budaya-organisai-dan-perushaan-hubungan-budaya-dan-etika-kendala-dalam-mewujudkan-kinerja-bisnis-etis/
https://nindaalfionita10.wordpress.com/2017/01/07/pengertian-budaya-organisai-dan-perushaan-hubungan-budaya-dan-etika-kendala-dalam-mewujudkan-kinerja-bisnis-etis/
Komentar
Posting Komentar